Bengkulu, Swara Indonesia – Rencana Helmi untuk menurunkan pajak 10% BBM di Provinsi Bengkulu dipandang masyarakat bukan hanya Janji yang tidak tahu peraturan mengatur harga BBM, namun lebih parahnya Janji Helmi tersebut dipandang ada misi terselubung dalam kepentingan Kapitalis yang yang ada di Provinsi Bengkulu.
Hal ini disampaikan aktivis pemuda Feri Vandalis, menurutnya Pernyataan Helmi akan menurunkan pajak 10% BBM itu adalah Pajak untuk BBM Non Subsidi seperti yang sudah diatur oleh Perda Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
“10% Pajak PBBKB itu dikenakan pada pengguna BBM Non Subsidi, bukan yang BBM Subsidi dan 10% itu adalah pengalian harga dasar minyak yang fluktuatif dipasar global. siapa yang diterapkan 10% PBBKB ? itu kebanyakan digunakan untuk pengguna Solar Industri perusahaan-perusahaan tambang batu bara baik operasional maupun pengangkutan, Angkutan bagi moda transportsi CPO, Alat berat dan pembangkit tenaga listrik pabrik serta operasional perusahaan lainnya” jelas Feri Vandalis.
Ditambahkan Feri, untuk angkutan pribadi BBM Non Subsidi juga diberlakukan untuk Kenderaan Pribadi yang besaran kapasitas mobil diatur oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan.
“jadi untuk mereka yang orang kaya yang bisa beli mobil mewah atau Kendaraan Bermotor yang memiliki besaran kapasitas (Cubicle Centimeter) CC-nya besar. Jadi Kalau Helmi mau memotong pajak 10% BBM Non Subsidi, artinya dia memberikan fasilitas kepada perusahaan dan orang kaya sekaligus dan penurunan itu sekaligus menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) demi orang kaya ini. Dia harus tahu bahwa Negara sudah memberikan kategori yang mana yang layak subsidi dan yang mana yang tidak layak mendapatkan subsidi” jelasnya.
Pemerintah melalui berbagai aturan dalam penerapan harga BBM, memang sudah mengatur jenis kenderaan bermotor yang kapasitasnya melebihi 2500 CC wajib menggunakan BBM Non Subsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite atau Pertamina Dex. Sedangkan untuk masyarakat miskin yang kendaraannya dibawah 2.000 (Mobil) atau 150 CC untuk Motor tetap diberikan subsidi dan pajak 5% seperti Pertalite atau angkutan umum yang diesel dapat mengisi Bio Diesel (Solar).
Tercatat sejak Terbitnya UU Hak Keuangan Pusat dan Daerah, semua provinsi sudah menerapkan 10% BBM Non Subsidi seperti Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Banten, DK Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Sulut, Sultra, NTT, DIY Jogjakarta, Riau, dan banyak provinsi sedang memperbaiki perdanya untuk menaikkan 10% untuk BBM Non Subsidi demi meningkatkan pajak daerah untuk membangun dan menambah pelayanan ke masyarakat.
Sebagaimana Peraturan Daerah No 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang telah disahkan setahun yang lalu telah menguatkan Peraturan Gubernur Provinsi Bengkulu tentang tarif BBM Subsidi 5% dan BBM Non Subsidi 10% untuk meningkatkan PAD yang akan mendorong pemenuhan program pemerintah dalam pelayanan publik serta mendorong lapangan usaha baru dalam menurunkan angka kemiskinan dan ekonomi masyarakat.
Peraturan Daerah ini disahkan masa DPRD Provinsi Bengkulu Periode 2019-2024 yang lalu.
“Kalau Helmi mau menurunkan harga BBM, yang mau dia turunkan harga BBM mana ? yang Non Subsidi kah ? kalau yang dia turunkan Helmi seharusnya bertanya dulu kepada Partai Pengusungnya atau setidaknya bertanya kepada para anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang dia pimpin, apa alasannya saat itu ditetapkan pajak BBM Non Subsidi sebesar 10%, jadi jangan sampai jadi Gubernur yang tidak tahu dasar alasan kenapa DPRD saat itu mengesahkan perda dengan PBBKB 10% itu.
“Penetapan pengenaan pajak BBM sudah diatur ambang batas maksimal dan Tidak diberlakukan 10% untuk BBM Subsidi, sebelum Pergub itu keluar, sudah diatur terlebih dahulu dalam Perda, artinya Penerapan Pajak PBBKB Non Subsidi bukan seperti Helmi Hasan yang Menerbitkan Perwal BPPHTB yang mencekik rakyat di Kota Bengkulu. Jadi saya menduga ada kepentingan perusahaan kapitalis dan orang kaya di Provinsi Bengkulu.” ungkap Feri Vandalis.
Feri Vandalis juga menuding, Apa yang disampaikan Helmi Hasan tersebut tidak menghargai partai pengusungnya yang juga mayoritas menyetujui peraturan pajak 10% PBBKB untuk BBM Non Subsidi.
“Penyampaian dan Kritik Helmi Hasan terhadap aturan Perda pajak 10% PBBKB itu disahkan mayoritas oleh Anggota DPRD Provinsi dari Partai Pengusungnya, kenapa dia tidak bertanya atau konsultasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan statement kritikan itu, bahkan anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari PAN juga ada kok ikut mengesahkan, kan bisa ditanya alasan kenapa sampai dikenakan 10% pajak PBBKB ke anggota dewanya. Jadi Helmi kalau mau janji ke rakyat, yang real saja, jangan menjanjikan program harapan palsu bagi masyarakat. kapasitas kakak kandungnya yang menteri perdagangan saja tidak bisa mengatur seenaknya sendiri harga BBM, apalagi seorang Helmi Hasan” Tutup Feri Vandalis. (DD/MCPK/Red/SWAIN)